Lima Langkah Manajemen Risiko Sharp Injury

      No Comments on Lima Langkah Manajemen Risiko Sharp Injury

Sharp injury precaution (SIP) adalah bagian dari upaya standard precaution dalam menciptakan safety culture. Sharp injury dapat terjadi pada siapapun, terutama petugas dengan risiko tinggi. Kejadian ini juga merupakan predileksi terjadinya HAIs (Healthcare Associated Infections).  SIP membutuhkan peran organisasi secara menyeluruh dan bukan hanya tanggung jawab individual semata. Oleh karenanya, untuk membangun suatu budaya keselamatan maka organisasi perlu menerapkan suatu sistem guna mencegah sharp injury.

 

Berikut ini adalah 5 langkah pengelolaan terhadap risiko cedera akibat benda tajam berdasarkan Royal College of Nursing guideline (2013).

 

  1. Mengidentifikasi Hazard

Semua tindakan yang menggunakan benda tajam berisiko menimbulkan cedera. Namun demikian, menurut HPA (Health Protection Agency, 2012) dan CDC (2010) dalam RCN (2013) disebutkan beberapa kondisi yang paling sering terjadi cedera karena benda tajam, yaitu: (a) selama penggunaan; (b) setelah penggunaan, sebelum dibuang; (c) antar langkah (step) dalam suatu prosedur; (d) ketika menutup atau recapping jarum.

 

Beberapa tindakan juga lebih berisiko menimbulkan cedera seperti pemasangan kanul intravena dan venepuncture. Peralatan yang tergolong berisiko tinggi menimbulkan cedera antara lain: kanul IV, butterfly needle, jarum dan syringe hipodermik, dan jarum phlebotomi (RCN, 2013).

 

  1. Menentukan Siapa yang Berisiko dan Bagaimana

Terdapat beberapa tipe pekerja rumah sakit dengan masing-masing pola kerja dan risiko cederanya masing-masing. Di antara kelompok pekerjaan dan risikonya adalah sebagai berikut.

  • Pekerja penunjang. Pekerja ini meliputi cleaning service, petugas laundry, teknisi perbaikan sarana dan prasaran rumah sakit, petugas gizi, dan lain sebagainya.
  • Pekerja klinis. Pekerja ini jelas berisiko terkena cedera benda tajam karena langsung melakukan berbagai tindakan menggunakan benda tajam. Pekerja ini meliputi dokter, perawat, dan bidan.Pekerja diagnostik dan lab,
  • Pekerja diagnostik termasuk laboratorium berisiko terpapar benda tajam tidak hanya melalui jarum suntik, namun juga alat dan bahan yang terbuat dari kaca yang digunakan dalam prosedur pemeriksaan diagnostik.
  • Pekerja kamar mayat,

Risiko cedera benda tajam, di samping ditentukan oleh karena tugas/ pekerjaan juga ditentuka oleh faktor lain sebagai berikut (RCN, 2013).

  • Kedalaman luka
  • Tipe benda tajam yang digunakan (jarum yang memiliki hollow lebih berisiko)
  • Lokasi atau asal akses benda tajam ke tubuh pasien sebelumnya, apakah arteri atau vena atau jaringan, dan lain sebagainya.
  • Seberapa infeksius pasien
  1. Mengevaluasi Risiko dan Menentukan Kewaspadaan

Setelah memetakan risiko sharp injury berdasarkan jenis dan lokasi pekerjaan serta iklim keselamatan di organisasi pelayanan kesehatan, manajemen dapat mengelola risiko dengan melakukan upaya-upaya kewaspadaan. Upaya kontrol terhadap risiko tersebut pada umumnya dapat meninjau pada hirarki berikut. Upaya eliminasi/ subtitusi merupakan upaya yang paling efektif dibanding upaya-upaya lain di bawahnya (RCN, 2013; CDC, 2015).

sumber; (RCN, 2013)

sumber: (RCN, 2013)

  • Melakukan eliminasi atau subtitusi

Pada tahap ini, injeksi atau upaya invasif sedapat mungkin dihindari keccuali jika terdapat indikasi.

  • Engineering controls

Upaya ini merupakan rekayasa dan tekonologi dalam menciptakan atau memodifikasi alat tajam agar lebih aman dari risiko cedera benda tajam.

sumber: (RCN, 2013)

sumber: (RCN, 2013)

  • Administratif

Upaya ini merupakan ranah manajemen, di mana tindakan yang perlu dilakukan antara lain penyusunan, sosialisasi, dan implementasi kebijakan, pedoman hingga SOP termasuk training atau pelatihan untuk seluruh petugas)

  • Praktik pekerjaan yang aman

Pada bagian ini, upaya pencegahan dilakukan dengan kepatuhan menerapkan berbagai prosedur seperti standard precaution, menaati berbagai SOP terkait termasuk tidak melakukan recapping dan mematahkan ampul dengan tangan kosong.

  • Penggunaan APD (alat pelindung diri)

Petugas perlu menilai risiko apakah pekerjaan yang dilakukan membutuhkan pemakaian APD atau tidak. Penggunaan APD dengan prosedur yang tepat dan sesuai indikasi dapat mengurangi risiko terpapar cairan tubuh, kontaminasi lingkungan, bahkan benda tajam.

  1. Melaporkan Temuan dan Mengimplementasikannya

Berbagai temuan dan penilaian risiko sebaiknya disebar luaskan di seluruh kalangan civitas hospitalia sebagai upaya pembelajaran dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Seluruh kejadian keselamatan pasien atau evaluasi program maupun penilaian risiko perlu diiringi dengan action plan  yang jelas dan terukur meliputi jenis agenda aktivitas, penanggung jawab dan pelaksana, serta  waktu dimulai dan berakhir.

  1. Review Hasil Penialaian dan Update jika diperlukan

Hasil penilaian risiko upaya-upaya kewaspadaan yang telah diterapkan pada dasarnya harus di-review kembali secara berkala. Penilaian risiko berkala berfungsi sebagai upaya evaluasi dari program-program yang telah dijalankan.

 

referensi:

 

Royal College of Nurses, 2013, Sharps safety, RCN Guidance to support the implementation of The Health and Safety (Sharp Instruments in Healthcare Regulations) 2013, diakses pada 1 Oktober 2015 dari https://www2.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0008/418490/004135.pdf

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *